Divisinews.com, Jepara – Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Kompolnas) RI menekankan pentingnya penyamaan persepsi di antara semua kalangan sebagai langkah awal untuk mengantisipasi dan menekan angka kekerasan terhadap perempuan dan anak. Pernyataan ini disampaikan sehubungan dengan peningkatan kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak di Jawa Tengah yang tercatat pada Januari 2025, dengan 108 kasus yang melibatkan 60 anak dan 48 perempuan.
Ida, perwakilan Kompolnas, mengungkapkan bahwa kesetaraan pandangan antara laki-laki dan perempuan sangat penting. Menurutnya, perempuan tidak hanya perlu dilindungi tetapi juga disetarakan perannya dalam masyarakat.
“Ada konsep yang harus disamakan, bagaimana melihat sosok perempuan yang bukan hanya dilindungi, tetapi disetarakan perannya dalam semua aspek,” kata Ida dalam acara Peringatan Hari Kartini di Jepara, Senin (21/4/25), yang dihadiri oleh jajaran Polwan Polres Jepara Polda Jawa Tengah.
Lebih lanjut, Ida menegaskan bahwa kekerasan berbasis gender tidak terbatas pada Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) saja, tetapi juga mencakup kasus-kasus lain seperti perdagangan manusia (human trafficking) dan pelecehan di ruang publik maupun domestik. Perubahan pandangan tentang perempuan sebagai bagian penting dalam membangun rumah tangga juga menjadi fokus utama.
“Tidak ada lagi laki-laki yang menggunakan kekuatan fisiknya untuk melakukan kekerasan terhadap perempuan. Harus ada perubahan persepsi bahwa istri adalah mitra yang setara dalam membangun keluarga,” tambah Ida.
Kompolnas juga mendorong agar perempuan lebih berani bersuara apabila mengalami kekerasan. Keberanian perempuan untuk melapor menjadi kunci agar kekerasan yang selama ini tersembunyi bisa terungkap dan ditangani secara tuntas. Ida menekankan pentingnya peran Kementerian dan Direktorat Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) dalam memperkuat pencegahan, serta memberikan pendampingan pasca-kejadian bagi korban.
Pada kesempatan yang sama, Ida juga membacakan amanat Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), Arifah Fauzi, yang mengingatkan bahwa Kartini adalah simbol keberanian untuk melampaui batas zamannya. Dalam usia muda, Kartini telah menyuarakan ketidakadilan terhadap perempuan dan bangsanya, serta menyadari bahwa kemajuan bangsa tidak mungkin dicapai tanpa kemajuan perempuan.
“Perjuangan Kartini lebih dari satu abad setelah pemikirannya ditulis belum selesai. Banyak perempuan yang masih menghadapi tantangan dalam pendidikan, pekerjaan, perlindungan hukum, dan kesempatan dalam ruang pengambilan keputusan,” kata Ida.
Hari Kartini menjadi momentum untuk merenungkan perjuangan perempuan dalam mencapai kesetaraan, serta mengingatkan bahwa keberanian untuk melawan ketidakadilan adalah langkah pertama menuju Indonesia yang lebih adil dan setara.