Opini Publik, Divisinews.com, Serang — Di tengah era informasi yang bergerak cepat, ketika opini publik lebih sering dibentuk oleh emosi daripada nalar, warisan pemikiran Ibnu Rusyd kembali menjadi lentera pencerahan. Filsuf besar Muslim dari Andalusia ini dikenal tidak hanya sebagai komentator karya-karya Aristoteles, tetapi juga sebagai pemikir sosial yang menekankan pentingnya akal dan etika dalam kehidupan masyarakat.
Ibnu Rusyd meyakini bahwa masyarakat ideal adalah masyarakat yang menjadikan rasionalitas sebagai dasar berpikir dan bertindak. Baginya, agama dan filsafat bukanlah dua kutub yang saling bertentangan, melainkan dua pilar yang dapat saling menguatkan dalam membangun peradaban yang berkeadaban. Etika, menurutnya, adalah jembatan antara pengetahuan dan tindakan, antara ide dan kenyataan sosial.
Namun, kondisi saat ini menunjukkan bahwa kesadaran kritis dalam masyarakat seringkali tergerus oleh gelombang populisme, hoaks, dan polarisasi ideologi. Ruang publik dipenuhi narasi yang menggugah emosi namun miskin rasionalitas. Di sinilah relevansi pemikiran Ibnu Rusyd kembali mengemuka: masyarakat perlu kembali kepada pendekatan rasional dan etis dalam membentuk opini publik.
Mewujudkan mimpi Ibnu Rusyd bukanlah utopia. Pendidikan yang menumbuhkan nalar, media yang menjunjung etika, serta kepemimpinan yang filosofis adalah fondasi penting bagi terciptanya masyarakat tercerahkan. Ibnu Rusyd mengajarkan bahwa menjadi pemikir tidak berarti menjauh dari masyarakat, justru menjadi bagian penting dalam membentuk arah moral dan intelektual publik.
Sudah saatnya teori sosial Ibnu Rusyd digali kembali, bukan sebagai nostalgia masa lalu, melainkan sebagai landasan membentuk opini publik yang cerdas, beretika, dan kritis. Filsafat tidak semestinya terkungkung dalam ruang akademik, melainkan hadir di tengah ruang publik — tempat di mana keputusan-keputusan sosial diambil dan arah bangsa ditentukan.
Jika opini publik terus dibentuk tanpa fondasi akal dan etika, maka masyarakat akan selalu menjadi korban dari kebisingan informasi, bukan pelaku perubahan. Ibnu Rusyd mengajarkan bahwa berpikir adalah ibadah, dan berdialog secara rasional adalah jalan menuju keadilan sosial.
Penulis:
Najla Nabila
Angga Rosidin, S.I.P., M.A.P.
Zakaria Habib Al-Ra’zie, S.I.P., M.Sos.
(Program Studi Administrasi Negara, Universitas Pamulang – Serang)