Medan – Sumatra Utara,-Kasus penganiayaan terhadap Doris Fenita br Marpaung mengungkapkan kegagalan sistemik penegakan hukum dan ketidakbecusan aparat.
Tiga tersangka, termasuk Arini Ruth Yuni br Siringoringo, ASN KPP Pratama Cilandak Jakarta Selatan, masih berkeliaran bebas sebagai buronan (DPO) meski telah ditetapkan tersangka dalam kasus penganiayaan (Pasal 170 Jo 351 KUHP) di Polrestabes Medan.
Ketidakmampuan polisi menangkap para tersangka, termasuk insiden pelarian mereka dari Bandara Kualanamu merupakan aib besar bagi institusi kepolisian.
Pernyataan kuasa hukum tersangka yang sempat viral di media online beberapa waktu lalu menuding status DPO mereka sebagai palsu, semakin memperburuk situasi dan mencoreng citra kepolisian. Klaim kriminalisasi yang disebarluaskan di media sosial pun tak lebih dari upaya pengalihan isu publik .
Kuasa hukum korban, Henry Pakpahan, S.H., mengecam ketidakpatuhan Arini sebagai ASN KPP Pratama Cilandak Jakarta Selatan terhadap hukum.
Ia menyoroti pernyataan kuasa hukum tersangka dari kantor DRS & Partners yang menyebut status DPO mereka sebagai palsu yang sempat viral di media online beberapa waktu lalu adalah sebuah pernyataan yang dinilai telah mencemarkan nama baik Polrestabes Medan dan menimbulkan keraguan publik terhadap kinerja kepolisian .
Henry Pakpahan, S.H., dengan tegas mengecam ketidakpatuhan Arini dan menuntut Kepala KPP Pratama Cilandak untuk bertanggung jawab, segera memerintahkan anggotanya menyerahkan diri dan menyelesaikan masalah ini sesuai dengan hukum yang berlaku di Indonesia.
“Kalau memang tidak bersalah kenapa harus lari, tidak mau mempertanggungjawabkan perbuatannya didepan hukum , didampingi oleh kuasa hukum untuk segera menyelesaikan perbuatannya segera serahkan diri ke polisi ” tegas nya .
Ketua Asosiasi Pewarta Pers Indonesia (A-PPI), Hardep, turut menyesalkan perilaku para tersangka yang hingga kini masih buron.
Pernyataan-pernyataan di media sosial yang mengklaim mereka sebagai korban kriminalisasi dinilai kontradiktif dengan penolakan mereka untuk menyerahkan diri , dan isu isu yang dilontarkan di media sosial seakan akan merasa terzolimi .
” Buktikan kepada masyarakat kalau mereka memang tidak bersalah, jika tidak bersalah kenapa melarikan diri dan tidak mau mempertanggungjawabkan perbuatannya didepan APH ( Aparat penegak hukum) .
Insiden pelarian ketiga DPO dari Bandara Kualanamu setelah sempat diamankan polisi juga menjadi sorotan tajam. Kejadian ini menimbulkan pertanyaan besar mengenai koordinasi antar instansi kepolisian dan menimbulkan ketidakpercayaan publik terhadap kinerja kepolisian.
Kapolda Sumatera Utara, Irjen Pol. Whisnu Hermawan Februanto, S.I.K., didesak untuk segera memerintahkan penangkapan kepada ketiga DPO tersebut guna mengembalikan kepercayaan publik dan memperbaiki citra kepolisian.
Kasus ini menjadi pengingat penting tentang perlunya penegakan hukum yang tegas dan transparan, serta koordinasi yang efektif antar lembaga untuk mencegah kejadian serupa terulang kembali .
(Tim)