Example 728x250
BeritaOpini Publik

80 Tahun Indonesia: Refleksi, Kritik, dan Harapan

75
×

80 Tahun Indonesia: Refleksi, Kritik, dan Harapan

Sebarkan artikel ini

Oleh, Alex, M.Pd  Akademisi Universitas Lambung Mangkurat.

Divisinews.com, Opini,- Pada usia 80 tahun kemerdekaan, Indonesia telah mencatat berbagai capaian penting, mulai dari stabilitas politik pasca reformasi, pembangunan infrastruktur, hingga peningkatan indikator kesehatan dan pendidikan. Namun, jika ditinjau dari perspektif pembangunan jangka panjang, perjalanan menuju status negara maju masih menghadapi hambatan mendasar yang tidak bisa diabaikan. Hambatan tersebut bukan sekadar teknis, melainkan struktural, sehingga membutuhkan reformasi menyeluruh agar Indonesia benar-benar siap menyongsong visi Indonesia Emas 2045.

Example 325x300

Pertama, persoalan korupsi tetap menjadi tantangan utama yang menggerogoti efektivitas pembangunan. Meski pemerintah telah melakukan berbagai upaya pemberantasan, skor Indeks Persepsi Korupsi (CPI) Indonesia pada 2023 masih berada di angka 34 dari 100, peringkat ke-115 dari 180 negara (Transparency International, 2024). Angka ini menunjukkan bahwa korupsi bukan hanya persoalan individu, tetapi telah berakar pada sistem birokrasi dan politik. Korupsi menimbulkan leakage anggaran, memperlemah kepercayaan publik, dan memperlambat pertumbuhan ekonomi. Sebagai akademisi, penting untuk menekankan bahwa pemberantasan korupsi tidak cukup hanya dengan penegakan hukum, tetapi juga pembenahan sistem politik, birokrasi, serta pendidikan antikorupsi sejak dini.

Kedua, ketimpangan pendidikan masih menjadi hambatan serius bagi peningkatan kualitas sumber daya manusia. Laporan PISA 2022 menempatkan capaian literasi, numerasi, dan sains siswa Indonesia di bawah rata-rata OECD. Hal ini menegaskan bahwa akses pendidikan belum otomatis menjamin kualitas, terutama ketika masih terdapat kesenjangan besar antara wilayah perkotaan dan pedesaan, sekolah negeri dan swasta, serta antar-provinsi. Kesenjangan ini berdampak pada ketidakmerataan daya saing tenaga kerja, yang menjadi kunci utama dalam membangun negara maju. Jika dibiarkan, Indonesia berisiko terjebak dalam middle-income trap, karena pertumbuhan ekonomi tidak didukung oleh tenaga kerja berdaya saing global.

Ketiga, kualitas demokrasi Indonesia meskipun cukup stabil secara prosedural, masih menghadapi tantangan substantif. Politik uang, polarisasi berbasis identitas, serta lemahnya mekanisme kaderisasi partai berpotensi menghambat lahirnya kebijakan publik yang inklusif dan jangka panjang. Demokrasi yang seharusnya berfungsi sebagai sarana memperkuat institusi justru sering kali terjebak pada kompromi pragmatis. Dari perspektif akademis, fenomena ini menandakan bahwa pembangunan ekonomi tidak bisa dilepaskan dari kualitas politik. Negara-negara yang berhasil melakukan lompatan pembangunan, seperti Korea Selatan dan Taiwan, tidak hanya mengandalkan industrialisasi, tetapi juga membangun tata kelola pemerintahan yang efektif.

Keempat, faktor sosial budaya turut memengaruhi arah pembangunan Indonesia. Kekayaan budaya dan pluralitas bangsa adalah modal sosial yang luar biasa. Namun, tantangan berupa intoleransi, lemahnya budaya produktivitas, dan rendahnya literasi digital masih menjadi pekerjaan rumah besar. Budaya disiplin, kerja keras, dan inovasi yang menjadi kunci sukses negara maju perlu ditumbuhkan secara kolektif, bukan hanya menjadi jargon pembangunan. Akademisi memandang bahwa pembangunan bukan sekadar soal angka pertumbuhan ekonomi, tetapi juga transformasi nilai-nilai budaya yang mampu menopang peradaban maju.

Dengan demikian, HUT ke-80 tahun Indonesia seharusnya menjadi momentum refleksi kritis, bukan sekadar perayaan simbolik. Perjalanan menuju negara maju bukan hanya ditentukan oleh investasi dan infrastruktur, tetapi juga oleh keberanian melakukan reformasi struktural. Korupsi harus diberantas secara sistemik, ketimpangan pendidikan harus diatasi melalui kebijakan yang berpihak pada kualitas dan pemerataan, demokrasi harus diperkuat agar lebih substantif, dan budaya produktif harus dipupuk dalam kehidupan sehari-hari. Kritik ini bukan ditujukan untuk mencela pemerintah, melainkan sebagai panggilan moral bagi seluruh elemen bangsa. Sebab, jika Indonesia ingin benar-benar menyongsong usia 100 tahun sebagai negara maju pada 2045, maka pekerjaan besar yang tersisa harus dimulai sejak sekarang, saat bangsa ini menapaki usia ke-80 tahun kemerdekaannya.

Example 120x600

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *