DIVISINEWS.COM // Bekasi – Dalam praktiknya, pekerjaan tanggap darurat sering kali menimbulkan perdebatan, apakah bisa dikategorikan sebagai proyek atau tidak. Sejumlah pakar menjelaskan bahwa tanggap darurat memang memiliki kesamaan dengan proyek, namun berbeda dalam sifat dan mekanismenya.
Secara umum, proyek adalah rencana kerja yang dirancang dengan matang, memiliki tahapan perencanaan, pelaksanaan, hingga pengendalian. Contoh proyek antara lain pembangunan jalan tol, penelitian kesehatan, maupun program penghijauan.
Namun, pekerjaan tanggap darurat seperti penanganan banjir, longsor, abrasi, atau gempa bumi tidak melalui proses panjang sebagaimana proyek reguler. Kegiatan darurat lebih menekankan pada kecepatan tindakan untuk menyelamatkan jiwa, harta, maupun infrastruktur vital.
“Secara teknis, tanggap darurat tetap bisa dikategorikan sebagai proyek khusus karena ada tujuan, sumber daya, dan hasil yang diharapkan. Hanya saja, secara istilah pemerintahan, tanggap darurat dipisahkan dari proyek reguler dan masuk kategori kegiatan darurat,” jelas seorang pemerhati kebijakan publik.
Mengenai papan informasi atau plang proyek, ahli menambahkan bahwa dalam kondisi tanggap darurat, aturan yang berlaku tidak selalu mewajibkan pemasangan papan proyek sebagaimana pekerjaan reguler.
Hal ini dikarenakan sifatnya yang mendesak dan harus segera dilakukan di lapangan. Meski demikian, pihak pelaksana tetap dituntut menjaga transparansi dan akuntabilitas melalui laporan resmi setelah pekerjaan selesai.
Proyek Bronjong dan Tanggul di Sungai Ciherang, Desa Karang Rahayu, Kecamatan Karang Bahagia, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat, diduga tidak memiliki papan informasi pekerjaan yang jelas. Hal ini menimbulkan pertanyaan di kalangan masyarakat terkait detail proyek, termasuk sumber anggaran dan nilai kontraknya.
Masalah yang Ditemukan di lokasi kerja tersebut adalah
Tidak Ada Papan Informasi : Proyek senilai tidak diketahui jumlahnya ini tidak memiliki papan informasi yang menjelaskan detail proyek, sehingga masyarakat tidak mengetahui tentang proyek tersebut.
K3 Tidak Dipatuhi : Pekerja proyek tidak menggunakan Alat Pelindung Diri (APD) seperti helm, sarung tangan, dan sepatu boot, sehingga membahayakan keselamatan mereka.
Pengawasan yang Kurang : Pengawas proyek dari BBWS Cisadane diduga lalai dalam menjalankan tugasnya, sehingga K3 tidak dipatuhi dan proyek berjalan tanpa pengawasan yang memadai.
Peraturan yang Dilanggar
Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi RI Nomor PER. 08/MEN/VII/2010 : Pengusaha wajib menyediakan APD bagi pekerja.
Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan : Setiap pekerja berhak mendapatkan perlindungan atas Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)
Undang-Undang Jasa Konstruksi : Penyedia jasa dan pengguna jasa yang tidak memenuhi standar keamanan, keselamatan, dan kesehatan dapat dikenai sanksi administratif.
Dalam hal ini, tanggapan
Pihak BBWS Cisadane belum memberikan keterangan terkait masalah ini. Sementara itu, LSM setempat mendesak agar pihak kontraktor dan pengawas proyek memperhatikan K3 dan transparansi informasi proyek. Mereka juga meminta pemerintah untuk memberikan sanksi kepada pihak yang melanggar peraturan.
Contoh kasus pekerjaan tanggap darurat terlihat di aliran Sungai Ciherang, bantaran Kampung Glonggong, Dusun 3, Desa Karang Rahayu, Kecamatan Karang Bahagia, Kabupaten Bekasi.
Pekerjaan pemasangan bronjong di lokasi tersebut menimbulkan pertanyaan dari warga lantaran tidak adanya papan informasi proyek. Saat dikonfirmasi, seorang pengawas di lapangan menegaskan bahwa pekerjaan tersebut bukanlah proyek reguler.
“Ini bukan proyek, ini pekerjaan tanggap darurat. Jadi memang tidak menggunakan plang proyek, karena sifatnya mendesak untuk menahan longsoran sungai,” ujar pengawas saat diwawancarai di lokasi.
Dalam aturan pemerintah, seperti Perpres Nomor 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa, disebutkan bahwa penanganan darurat bencana memiliki mekanisme tersendiri. Hal ini agar tindakan cepat bisa dilakukan tanpa harus menunggu prosedur panjang.
Dengan demikian, tanggap darurat bukan proyek biasa, melainkan pekerjaan khusus yang bersifat mendesak dan diatur dengan regulasi berbeda, termasuk soal kewajiban papan plang yang lebih fleksibel dibanding proyek reguler.