divisinews.com // PASURUAN – Kasus penangkapan dua tersangka terkait pembongkaran Makam Serambi Winongan di Desa Winongan Kidul, Kecamatan Winongan, Kabupaten Pasuruan, kini memasuki babak baru. Penangkapan tersebut menuai polemik dan ditindaklanjuti dengan permohonan Praperadilan oleh salah satu tersangka.
Permohonan Praperadilan didaftarkan di Pengadilan Negeri Pasuruan ( Nomor Register: PN BIL-68F19EEA31B4D ) dan sedang menunggu jadwal sidang, dengan termohon Kepolisian Resor Pasuruan.
Pemohon Praperadilan adalah Muhammad Su’ud alias Gus Tom, yang diwakili oleh tim kuasa hukum dari LAW OFFICE NA’IM & PARTNERS, dipimpin oleh Ainun Na’im MR., S.H.I., M.H. Perkara pokok yang diajukan adalah Keabsahan Penangkapan, Penetapan Tersangka, dan Penahanan terhadap Pemohon.
Kuasa hukum Pemohon membeberkan sejumlah fakta yang menjadi dasar gugatan terhadap proses hukum yang dilakukan pihak kepolisian.
Ainun Na’im MR., S.H.I., M.H., menyoroti adanya cacat hukum fundamental terkait tanggal surat penyidikan. Ia menyatakan, Surat Perintah Penyidikan (SP.Sidik) dan Surat Perintah Tugas (SP.Gas) dikeluarkan tertanggal 2 September 2025.
Padahal, peristiwa yang disangkakan (pembongkaran) baru terjadi pada 1 Oktober 2025, dan Laporan Polisi (LP) juga baru dibuat pada tanggal yang sama,” tegasnya. Menurutnya, secara prosedur, SP. Sidik tidak mungkin terbit sebelum Laporan Polisi.
Aswin Amirullah., S.H., M.H., salah satu tim Kuasa Hukum menyoroti adanya cacat hukum fundamental terkait tanggal surat perintah penyidikan. Ia menyatakan, Surat Perintah Penyidikan (SP.Sidik) dan Surat Perintah Tugas (SP.Gas) dikeluarkan tertanggal 2 September 2025 sebagaimana tertuang pada surat perintah penangkapan.
Yunita Panca MS, S.Sos., S.H., menyebut tindakan penangkapan melanggar Pasal 18 ayat (1) dan (3) KUHAP. Pelanggaran yang dimaksud meliputi:
Petugas tidak memperlihatkan surat tugas dan surat perintah penangkapan kepada tersangka saat itu.
Tembusan surat perintah penangkapan tidak diberikan kepada keluarga segera setelah penangkapan dilakukan.
Penangkapan pada 2 Oktober 2025 di rumah Pemohon di Malang tidak didahului surat pemanggilan.
Darlan, S.H., menambahkan bahwa penetapan status Tersangka dilakukan tanpa melalui mekanisme Gelar Perkara prosedural, melanggar Pasal 25 ayat (2) Perkapolri No. 6 Tahun 2019, mengingat kasus ini bukan merupakan perkara tertangkap tangan.
Dari sudut pandang Bambang Wahyu Widodo, S.H., M.H., Legal Standing (kepentingan hukum) Pelapor (Sayyid Hasan Fahmi) dipertanyakan. Objek pembongkaran adalah bangunan yang didirikan diatas tanah makam umum/publik bukan tanah milik pribadi. Selain itu, bangunan yang dibongkar diduga merupakan bangunan liar tanpa IMB/PBG.
Kuasa hukum Pemohon mengajukan petitum utama kepada Pengadilan Negeri Bangil, menuntut:
1. Menyatakan tindakan Penangkapan, Penetapan Tersangka, dan Penahanan Pemohon TIDAK SAH SECARA HUKUM.
2. Memerintahkan Termohon agar segera membebaskan Pemohon (Muhammad Su’ud alias Gus Tom).
3. Menghukum Termohon membayar ganti kerugian materiil dan imateriil sebesar Rp 10.000.000,- (sepuluh juta rupiah).
4. Menghukum Termohon untuk meminta maaf secara terbuka kepada Pemohon lewat media massa 2 (dua) hari berturut-turut dan memulihkan hak-hak