DIVISI NEWS, Kota Serang — Polemik revisi Peraturan Daerah Nomor 11 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Usaha Kepariwisataan (PUK) semakin memanas. Pemerintah Kota Serang dan DPRD kembali disorot karena dinilai melakukan proses perubahan regulasi secara tertutup, tanpa membuka draft revisi, naskah akademik, ataupun rincian pasal yang akan diubah kepada publik.
Sejumlah aktivis, termasuk LSM Laskar NKRI DPW Banten, menilai langkah ini bertentangan dengan prinsip transparansi dan partisipasi publik. Padahal, aturan mengenai usaha hiburan serta peredaran minuman beralkohol dalam Perda yang berlaku sudah sangat jelas dan cukup kuat. Karena itu, publik mempertanyakan alasan revisi dilakukan tanpa keterbukaan.
Ketua LSM Laskar NKRI DPW Banten, Andi Nakrawi, menegaskan bahwa inti persoalan bukan pada lemahnya regulasi, melainkan tidak konsistennya penegakan hukum oleh pemerintah daerah.
“Kami menilai proses revisi Perda PUK ini tidak terbuka sejak awal. Pemerintah dan DPRD seharusnya jujur kepada publik, karena aturan dalam Perda asli sudah sangat jelas. Berdasarkan Perda PUK Nomor 11 Tahun 2019, hiburan malam seperti diskotik, pub, dan karaoke malam dengan pemandu penyanyi dilarang secara tegas beroperasi di tempat umum (ruko, kawasan pemukiman, dll.). Hanya karaoke keluarga tanpa pemandu dan tanpa alkohol yang diizinkan. Sedangkan untuk minuman beralkohol, aturan ini juga secara jelas menetapkan bahwa hanya hotel bintang 5 yang diperbolehkan menjualnya di Kota Serang. Yang kurang itu bukan aturan, tetapi kemauan untuk menegakkan. Jangan sampai revisi ini justru dipakai untuk membuka celah bagi kepentingan tertentu.”
Andi menambahkan bahwa jika tujuan pemerintah adalah memperketat pengawasan hiburan malam dan peredaran alkohol, maka langkah pertama yang harus dilakukan adalah membuka seluruh dokumen revisi kepada masyarakat.
“Kalau benar ingin memperketat pengawasan, buka dulu draft revisinya ke masyarakat. Tunjukkan pasal mana yang berubah dan kenapa. Tanpa keterbukaan, wajar kalau publik curiga. Kota Serang ini bukan milik segelintir orang, dan kebijakan harus dibuat secara transparan.”
Sementara itu, Sekretaris LSM Laskar NKRI DPW Banten, Akhmad Rizky Apriana, menegaskan bahwa revisi Perda tanpa mekanisme keterbukaan hanya akan menghasilkan regulasi yang tidak legitimate dan tidak dipercaya masyarakat.
“Revisi Perda itu bukan sekadar mengganti pasal. Ada proses, ada publik yang harus dilibatkan. Bagaimana masyarakat bisa menilai urgensi revisi kalau draft saja tidak dibuka? Kita punya hak untuk tahu, karena dampaknya langsung dirasakan warga.”
Akhmad Rizky Apriana juga menyoroti bahwa Perda PUK sebelumnya sudah memuat sanksi tegas, sehingga yang diperlukan adalah komitmen aparat untuk menindak, bukan menambah aturan yang justru berpotensi multitafsir.
“Sanksi pelanggaran juga sudah jelas dalam Perda ini: pelaku usaha hiburan yang melanggar dapat dikenai peringatan, pembekuan izin, hingga pencabutan izin, serta pidana kurungan hingga 6 bulan dan denda hingga Rp50 juta (sesuai Pasal 59 Ayat 2 dan pasal terkait sanksi). Mekanisme pengawasan oleh Satpol PP juga sudah diatur. Yang tidak jelas itu penegakannya. Jangan sampai revisi ini hanya menjadi alasan untuk menutupi ketidaktegasan pemerintah dalam menindak pelanggar. Transparansi itu wajib, bukan pilihan.”
Dengan demikian, Laskar NKRI DPW Banten mendesak Pemerintah Kota Serang dan DPRD untuk menghentikan pola pembahasan tertutup, membuka dokumen revisi secara menyeluruh, dan memastikan seluruh proses legislasi berjalan sesuai prinsip akuntabilitas, keterbukaan, dan kepentingan publik.
(Eni)















