Sukabumi, Divisinews.com – Lapangan SMAN 1 Cicurug, Kabupaten Sukabumi, mendadak menjadi arena suara perlawanan, pada Senin (25/8/2025). Ratusan pelajar berseragam putih abu-abu kompak berdiri tegak, mengangkat spanduk hitam dan putih dengan tulisan besar: “STOP KEKERASAN ATAS NAMA PENDIDIKAN” serta “NO WOMEN DESERVE TO BE ABUSE”.
Aksi tersebut merupakan bentuk protes terhadap dugaan kasus perundungan yang dilakukan seorang guru kepada siswinya. Tidak hanya menuntut permintaan maaf, kini para pelajar mendesak agar guru tersebut dipindahkan dari sekolah.
“Kami tidak ingin sekolah ini tercoreng oleh perilaku yang melukai teman kami. Guru seharusnya melindungi, bukan menyakiti,” ucap salah satu orator siswa dalam aksi itu.
Suara Siswa Menggema
Aksi ini bukan sekadar unjuk rasa biasa. Hampir seluruh siswa SMANSA Cicurug ikut terlibat, menunjukkan solidaritas penuh pada korban. Mereka menilai sekolah tidak boleh abai terhadap kekerasan dalam bentuk apapun.
Seorang pelajar berinisial MFS (17) menegaskan bahwa keberanian siswa untuk bersuara lahir dari kesadaran bersama.
“Kalau kami diam, kejadian ini bisa terulang lagi. Kami ingin sekolah yang aman, nyaman, dan bebas dari kekerasan,” katanya.
Dialog dengan Sekolah
Usai aksi, perwakilan siswa diterima pihak sekolah untuk berdialog. Wakil Kepala Sekolah Bidang Kesiswaan, Arif Munandar, menyatakan aspirasi pelajar akan diteruskan kepada kepala sekolah dan instansi berwenang.
“Saya memahami keresahan siswa. Apa yang mereka sampaikan akan menjadi catatan penting. Keputusan selanjutnya ada di tingkat atas,” ujarnya.
Kasus yang Jadi Sorotan
Kasus ini bermula ketika korban, siswi kelas XII, mengunggah foto pribadi di media sosial. Unggahan tersebut justru memicu amarah seorang guru hingga terjadi dugaan penamparan, pemaksaan sujud, dan pembuatan video permintaan maaf.
Kisah korban kemudian menyebar di media sosial hingga memicu reaksi publik. Orang tua murid, aktivis, hingga warganet mendesak agar kasus ini ditangani serius.
Pemerintah Daerah Turun Tangan
Bupati Sukabumi, Asep Japar, langsung meminta dinas terkait untuk memberikan pendampingan psikologis kepada korban. Pemkab Sukabumi juga berkoordinasi dengan Dinas Pendidikan Jawa Barat agar kasus ini mendapat penyelesaian adil.
“Perlindungan terhadap anak adalah prioritas. Jangan sampai ada trauma berkepanjangan,” tegasnya.
Simbol Perlawanan Baru
Bagi para siswa, aksi damai di lapangan sekolah ini bukan sekadar protes, melainkan simbol perlawanan terhadap kekerasan di dunia pendidikan. Dengan suara lantang, mereka ingin mengirim pesan: sekolah seharusnya menjadi ruang aman, bukan ruang ketakutan. (Tim).