Divisinews.com// Jakarta – Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (JAM-Pidum) Prof. Dr. Asep Nana Mulyana memimpin ekspose virtual pada Rabu, 5 Februari 2025, untuk menyetujui empat permohonan penyelesaian perkara melalui mekanisme Restorative Justice (keadilan restoratif).
Salah satu perkara yang diselesaikan adalah kasus pencurian di Badung dengan tersangka Pathurrahman, yang didakwa melanggar Pasal 362 KUHP tentang Pencurian. Perkara ini berawal dari ditemukannya sebuah handphone di Pantai Batu Bolong, Kabupaten Badung, yang kemudian diambil oleh tersangka dengan niat menjualnya untuk memenuhi kebutuhan keluarga. Setelah tersangka menghubungi pemilik handphone, pertemuan dilakukan, tetapi korban akhirnya melaporkan tersangka ke kepolisian.
Kepala Kejaksaan Negeri Badung bersama tim jaksa fasilitator menginisiasi penyelesaian perkara ini melalui restorative justice. Dalam proses perdamaian, tersangka mengakui dan menyesali perbuatannya serta meminta maaf kepada korban, yang kemudian menerima permintaan maaf tersebut dan meminta agar proses hukum dihentikan tanpa syarat. Berdasarkan kesepakatan itu, permohonan penghentian penuntutan diajukan dan akhirnya disetujui oleh JAM-Pidum dalam ekspose tersebut.
Selain kasus di Badung, JAM-Pidum juga menyetujui penghentian penuntutan terhadap tiga perkara lainnya, yaitu:
- Tersangka Rahmad Koem (Kejaksaan Negeri Kabupaten Gorontalo) – melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
- Tersangka I Dedy Simamora dan Tersangka II Patar Simamora (Cabang Kejaksaan Negeri Tapanuli Utara di Siborong-Borong) – melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
- Tersangka Christiano Mamahit (Kejaksaan Negeri Minahasa) – melanggar Pasal 80 Ayat (1) Undang-Undang RI Nomor 17 Tahun 2016 tentang Perlindungan Anak.
Pemberian penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif ini didasarkan pada pertimbangan berikut:
✅ Proses perdamaian telah dilakukan, di mana tersangka meminta maaf dan korban memberikan maaf.
✅ Tersangka belum pernah dihukum dan baru pertama kali melakukan tindak pidana.
✅ Ancaman pidana tidak lebih dari 5 tahun.
✅ Tersangka berjanji tidak akan mengulangi perbuatannya.
✅ Perdamaian dilakukan secara sukarela tanpa tekanan atau paksaan.
✅ Tersangka dan korban sepakat tidak melanjutkan perkara ke persidangan karena tidak memberikan manfaat lebih besar.
✅ Pertimbangan sosiologis dan respons positif dari masyarakat.
JAM-Pidum menginstruksikan para Kepala Kejaksaan Negeri untuk segera menerbitkan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKP2) Berdasarkan Keadilan Restoratif, sesuai dengan Peraturan Kejaksaan Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2020 dan Surat Edaran JAM-Pidum Nomor: 01/E/EJP/02/2022.
“Keputusan ini adalah wujud kepastian hukum dan keadilan yang lebih berorientasi pada pemulihan keadaan bagi semua pihak,” pungkas JAM-Pidum.